Kamis, 16 Januari 2014

Cerpen

Gara-Gara Galau
(Karya : Rosyta Sudrajat Sutan)
Cinta … sebuah kata yang sulit untuk diartikan. Benar, tak ada kata yang pasti untuk mengartikannya, karena cinta adalah sebuah rasa yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Kadang kala cinta membuat kita bahagia dan kadang pula cinta membuat kita menangis. Begitu pun dengan Alya. Ia menangis meratapi cinta pertamanya. Ia baru saja diputuskan oleh pacarnya. Sang pacar merasa Alya begitu fokus dengan belajar, sehingga ia merasa terabaikan. Hal tersebut tentunya membuat Alya dilanda KEGALAUAN.


“Kamu kenapa dari tadi kok cemberut?” tanya ibu yang sedari tadi memperhatikan Alya.
“Lagi galau bu, gara-gara diputusin Akbar” jawab Alya lirih.
“Loh emang kapan diputusinnya?” ibu terkejut mendengar hal itu.
“Pas sore bu” kata Alya dengan nada sedih.
“Ngga usah dipikirin, lagian dianya juga belum tentu mikirin kamu nak”
“Ibu kan tahu kalau Akbar itu cinta pertamanya Alya. Hiks..hiks..” langsung saja Alya menghambur ke pelukan ibunya. Rasa sakit itu membuat Alya menitikkan air matanya.
Pelukan hangat ini bagaikan sandaran bagi Alya. Ia lalu menceritakan semuanya kepada sang ibu. Setelah Alya merasa tenang, ibu pun melepaskan pelukannya. Kemudian diubah posisi Alya sehingga berhadapan dengannya.
“Ibu kan sudah bilang jangan pacaran dulu, lagian sebentar lagi kamu akan menghadapi ujian sekolah. Hmm.. coba kamu pelan-pelan ngelupainnya pasti bisa” ujar ibu menyemangati anaknya itu.
“Baik bu, Alya akan coba. FIGTHING !!” sorak Alya menyemangati dirinya sendiri.  
***
Matahari kini sudah menampakkan sinarnya. Terlihat seorang gadis yang sudah rapi dengan seragam sekolah yang melekat pada tubuhnya. Rambut hitam sebahu, ia biarkan terurai begitu saja. Sebelum pergi ke sekolah, Alya tak lupa untuk pamit kepada ibunya.
“Bu, Alya berangkat dulu ya” kata  Alya seraya mencium tangan ibu.
“Iya nak. Hati-hati di jalannya” ibu mengusap sebentar puncak kepala Alya.
“Assalammu’alaikum” pamit Alya.
“Wa’alaikumsalam” jawab ibu.
Setelah Alya pergi , ibu masih tetep berdiri di pintu sambil melihat anaknya. Ia hanya tersenyum melihat anaknya itu, yang sesekali membalikkan badan tuk melihat dirinya.
“Awas Alya di depan kamu ada tiang listrik” teriak ibu melihat Alya yang akan menabrak tiang listrik.
BRUGGGHH..
“Aww..” ringis Alya kesakitan. Ibu yang melihatnya tertawa kecil melihat kecerobohan Alya. Tendengar suara orang yang tertawa terbahak-bahak. Alya pun menyadari dirinya sedang ditertawai oleh semua orang. Segera ia berlari dengan  wajah yang memerah layaknya kepiting rebus karena menahan malu.
Setibanya di sekolah, suasana kelas begitu ribut. Ya inilah kebiasaan anak kelas 8A. Ada yang berlari-lari, bernyanyi, mencoret-coret papan tulis dan bahkan ada pula yang sedang mengerjakn pr.
“Pagi Fitri” sapa Alya kepada teman sebangkunya.
“Pagi Alya” balas Fitri.
“Sekarang tugas cuman fisika doang kan?” tanya Alya kepada Fitri.
“Ditambah ulangan sejarah, Al” jawab Fitri.
“Hah ulangan? Ya ampun kok aku bisa lupa sih -_-” ungkap Alya sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
“Jangan bilang kamu lupa gak ngapalin,  gara-gara ngegalauin si Akbar sampe malem” selidik Fitri. Fitri dapat melihat dari mata Alya yang tampak sembab. Alya menganggukkan kepalanya. Walaupun Alya murid yang pandai di kelasnya, namun ia terkadang ceroboh dan pelupa.
“Kamu mau nyontek gak, Al? Lagian aku juga belum ngapalin nih” tanya Fitri.
“Ya ngga bakalan, Fit. Idihh.. aku kira kamu udah ngapalin” Alya menggelangkan kepalanya mendengar ucapan temannya itu. Ia mengira Fitri sudah menghapal untuk ulangan hari ini. Sedangkan Fitri hanya cengengesan memperlihatkan deretan gigi putihnya.
“Tapi Al, apa kamu nggak malu kalau nilai kamu kecil? Lagian kamu kan pintar” kata Fitri sambil menatap sahabatnya itu. Alya tampak bimbang dengan hatinya.
“Iya juga” pikiran Alya kini mulai kacau.
“Apa boleh buat yuk kita nyontek” ajak Fitri.
“Tapi, Fit. Aku takut, soalnya aku gak pernah nyontek kalo ada ulangan. Beda sama kamu yang udah berbakat dalam hal nyontek” ujar Alya sinis.
“Hihi itu hal gampang kok. Kamu tinggal buka buku doang tapi gak boleh keliatan sama guru. Lagian gak sedikit di kelas kita juga yang suka nyontek” jelas Fitri.
Tak terasa bel sekolah pun berbunyi. Semua murid segera memasuki kelasnya masing-masing. Suasana kelas yang tadi ribut, kini mulai hening tatkala seorang guru memasuki kelas 8A.
“Selamat pagi anak-anak” sapa Bu Dina.
“Selamat pagi bu” jawab semua siswa.
“Sesuai dengan apa yang ibu janjikan, maka hari ini kita akan ulangan sejarah” ujar Bu Dina.
Mendengar hal itu, Alya seketika menjadi tegang. Ia belum sama sekali menghapal untuk ulangan hari ini. “Semoga soalnya pada gampang, aamiin” do’a Alya.
Ketika kertas ulangan telah dibagikan, semua murid segera mengisi jawaban dari pertanyaan itu. Berbeda dengan Alya, ia hanya menatap sendu pada lembar soal tersebut. Waktu berlalu begitu cepat. Beberapa kali terdengar Alya menghela nafas berat. Raut mukanya menampakkan bahwa ia tengah kesulitan. Dari 20 soal, ia baru mengisi 5 soal. Tiba-tiba, terlintas ide untuk menyontek. “Aishh, soal ini benar – benar membuatku pusing L. Apa aku harus melakukannya?” gumam Alya seraya mengacak-acak rambutnya.
Karena tak ada pilihan lagi, Alya mencoba membuka buku catatan sejarahnya. Ia mengikuti tips dari Fitri untuk berhati-hati dalam menyontek. Halaman demi halaman terus Alya buka seraya menyalin jawabannya. Karena terlalu sibuk dengan menyontek, Alya tak menyadari bahwa Bu Dina tengah memperhatikan dirinya. Ketika Bu Dina bangun dari duduknya dan mulai berkeliling, Alya masih saja asyik dengan dunianya sendiri.
“ARGGHH..” teriak Alya keras ketika merasa ada yang menjewer telinganya.Sontak hal itu membuat seisi kelas memperhatikannya. Ketika Alya memalingkan wajahnya, seketika ia membelakkan matanya melihat Bu Dina sedang menjewernya.
“Alya kamu nyontek? Ibu benar-benar gak nyangka sama kamu” ungkap Bu Dina seraya melepas jewerannya pada Alya. Terlihat raut kekecewaan pada muka Bu Dina. Sedangkan Alya, ia hanya menundukkan kepalanya.
“Apa kamu sering nyontek setiap ulangan?” tanya Bu Dina.
“Ngga bu” sahut Alya.
“Tapi buktinya kamu ketahuan menyontek. Ibu sendiri jadi ragu dengan kepandaian kamu” ujar Bu Dina.
“Sebenarnya, ini pertama kalinya bu saya nyontek. Soalnya saya lupa ngga belajar semalam gara-gara ngegalauin mantan pacar bu” mendengar penuturan Alya, seisi kelas tertawa terkecuali dengan Fitri.
“Apa benar begitu?” tanya Bu Dina lagi.
“Be....” belum sempat Alya menjawab, Fitri sudah memotong ucapannya.
            “Iya bu, apa yang dikatakan Alya itu benar. Sebelumnya Alya gak mau nyontek bu. Itu semua salah saya, karena telah membujuknya untuk menyontek bu” celetuk Fitri dengan rasa bersalah.
“Jadi kamu juga sama nyontek? Hemm.. Ibu gak habis pikir kenapa kalian mau menyontek” Bu Dina memijit keningnya.
“Kami takut nilainya kecil bu” ungkap Alya.
Mendengar hal itu, Bu Dina pun terdiam. Ia kemudian menatap sendu kepada muridnya itu.
“Dengar anak-anak, ibu hanya ingin kalian itu paham dengan materi yang ibu ajarkan. Kalau pun nilai ulangan kecil, berarti tandanya kalian belum paham dengan materi yang telah ibu ajarkan. Pasti ibu akan menerangkan kembali materi ini hingga kalian paham. Kalian juga harus aktif bertanya ketika guru sedang menerangkan” nasihat Bu Dina. Semua murid pun mendengarkan nasihat Bu Dina.
“Gara-gara cinta saja kalian sampai lupa dengan ulangan” lanjut Bu Dina.
“Karena tanpa cinta hidup ini terasa hampa, bu. Bagaikan upin tanpa ipin” kata seorang siswa. Lantas seisi kelas tertawa kembali.
“Sudah – sudah sekarang ibu mau tanya, tapi kalian harus jawab dengan jujur. Adakah yang menyontek selain Alya dan Fitri?” tanya Bu Dina kepada semua murid.
Satu demi satu mulai mengangkat tangannya. Bu Dina mulai menghitung berapa jumlah murid yang menyontek. Beliau begitu terkejut, ketika mengetahui bahwa dari 41 siswa hanya 17 orang yang tidak menyontek.
“Ibu sangat terkejut mengetahui akan sebanyak ini yang menyontek.  Ibu tak ingin kalian menjadi kebiasaan menyontek. Karena kalau sudah menjadi kebiasaan, pasti akan sulit untuk mengubahnya Sebenarnya nilai itu gampang untuk diubah berbeda dengan sifat yang sangat sulit untuk diubah. Sama seperti halnya menyontek” ujar Bu Dina.
“Kalau kita orang cerdas, pasti kita akan belajar dari kesalahan. Kali ini ibu maafkan kesalahan kalian. Ibu harap kejadian seperti ini tidak akan terulang kembali” lanjut Bu Dina.
Alya yang mendengar penuturan Bu Dina, merasa sangat menyesal. Jika ibunya tahu mengenai hal ini, pasti Alya akan dimarahi. Alya tidak ingin untuk mengulangi perbuatannya itu. Pengalamannya kali ini, tak akan pernah ia lupakan.

END